Sabtu, 08 Oktober 2011

APRESIASI SASTRA DAN SENI

APRESIASI SASTRA DAN SENI
A . Estetika Sastra
            Karya sastra merupakan representasi dari dunia kehidupan manusia dan alam semesta. Seorang pembaca sastra akan mampu memahami apa yang terkandung di dalam karya sastra apabila dia sudah mampu membacanya dengan kritis. Proses pembacaan karya yang dibedakan menjadi reading for pleasure, yakni membaca sastra hanya untuk kesenangan dan critical reading, membaca karya sastra untuk melihat ideology yang terdapat di balik teks sastra tersebut. Teks sastra setidaknya dipahami dalam kaitannya dengan penulis (meproduksi teks), lingkungan (fisik, sosial budaya), teks lain (intertektualitas). Pemaknaan teks juga dipahami dalam konteks dialog antara pembaca dan teks yang dibacanya. Fokus analisis pemahaman teks di bawah ini dikaji dalam beberapa pendekatan.
1.         Moral dalam Fabel: Suatu Pendekatan Resepsi Sastra
Penelitian resepsi sastra adalah pendekartan yang tidak berpusat semata-mata pada teks melainkan bagaimana pengaruh isi teks tersebut terhadap pembacanya, bagaimana pembaca bereaksi dan menanggapi karya sastra tersebut. Hans Robert Jausz , mengemukakan bahwa fenomena yang timbul sebagai hasil penelitian berupa interpretasi pembaca serta pengolahan (perubahan) dalam batin pembaca (masyarakat) sebagai dampak dari teks sastra. Salah satu bentuk sastra yang dapat dijadikan neraca untuk memantau perubahan kondisi dalam masyarakat adalah fabel. Karl-Heinz Seyler menguraikan bahwa fabel adalah cerita tenang karakteristik manusia yang dilambangkan dengan sifat laku binatang. Di dalamnya tersirat ajaran moral, pendidikan, serta kritik yang berguna bagi kehidupan manusia. Dalam fabel tingkah laku dan sifat-sifat seseorang digambarkan melalui binatang tertentu yang sering muncul dalam bentuk sastra tersebut.
Sejak abad ke-6 SM, Aesop mulai memperkenalkan fabel, dilanjutkan oleh Phaedrus, lalu pada masa reformasi Martin Luther, La Fontaine, kemudian Lessing, Gottsched (Aufklarung/Pencerahan, bahkan pada abad ke-20 (Modern Erzahler) bentuk fabel masih digemari dan banyak ditulis oleh para sastrawan modern seperti Erich Kastner, James Thurber, dll. Perlu diperhatikan bahwa sastrawan modern pada abad ke-20 telah menggeser pokok pikiran fabel dari pengajaran moral menjadi parody atau satire.  
2.         Srintil dan Nyai Ontosoroh: Resistensi Perempuan dalam Karya Sastra
Salah satu masalah krusial yang sering diperdebatkan oleh kalangan aktivis perempuan Indonesia adalah soal resistensi.  Resistensi dalam pengertiannya sebagai siasat yang berlangsung secara laten dalam tataran privat dan publik mikro nyaris tak diakui oleh mereka.
Resistensi perempuan dalam karya sastra yang bercerita tentang pergulatan perempuan seperti halnya Ronggeng Dukuh Paruh (Ahmad Tohari) dan Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer). Hampir pasti mereka akan menjawab hanya Nyi Ontosoroh yang merepresentasikan resistensi perempuan terhadap laki-laki. Sebaliknya Srintil akan dilihat sebagai bentuk ketertindasan dan kekalahan perempuan dihadapan laki-laki. Srintil dalam paparan tersebut, seakan merepresentasikan seorang perempuan yang tertindas, objek kekerasan seksual, powerless sekaligus dianggap sebagai sosok yang dipinggirkan, dimarjinalisasi, dilecehkan yang terkesan mengenaskan. Sebuah kontruk identitas monolitik tunggal dalam produksi “perempuan dunia ketiga”, sebagai korban budaya patriaki, tidak berpendidikan, terikat tradisi, domestic, dan selalu menjadi korban.  
Srintil, tokoh utama trilogi Ronggeng Dukuh Paruh adalah seorang penari tayub. Ia hidup dalam dunia yang berbeda. Di puja dan di cerca. Tidak hanya itu, ia digariskan menjadi nasip tragis dan mengenaskan, diakhir hidupnya gila. Dan sebagaimana layaknya seorang ronggeng, ia harus melalui berbagai tahapan untuk menjadi seorang ronggeng yang sesungguhnya.  Srintil juga harus melalui ritus bukak kelambu, yakni sebuah upacara untuk melelang keperawanannya. Bagi Srintil menjadi ronggeng adalah suatu kebanggaan tersendiri. Dibalik sumpah serapah dan cercaan: ia sadar bahwa identitas sebagai ronggeng adalah duta yang mewakili perempuan dan keperempuanannya yang mengusung naluri kelelakian. Hal ini diyakini orang-orang Dukuh Paruk bahwa kepemangkuan adalah hal yang niscaya agar tercipta harmonisasi antara laki-laki dan perempuan.
   Sebagai duta keperempuanan, Srintil tidak melihat laki-laki sebagai pihak tersendiri yang superior dan menguasainya. Bagi Srintil, lelaki dan kelelakian adalah imbalan perempuan dan keperempuanan, artinya lelaki dan perempuan tidak dipandang secara dikotomis. Sebaliknya lelaki juga memiliki kelemahan, terutama kebutuhan atas pengakuan akan kelelakiannya. Realita ini membuat Srintil merasa sama-sama berada dalam ruang yang seimbang, seakan sama-sama bersandar pada relasi kuasa, sebuah arena kontestasi yang dapat saja terjadi multipenafsiran dalam mempresentasikan perempuan.
Dalm konteks ini, apakah Srintil masih dapat dikatakan bahwa ia seorang perempuan yang lemah dan tak berdaya. Sangat sulit untuk menjelaskan dan memastikan siapa yang dieksploitasi dan siapa pula yang mengeksploitasi. Jika dalam protes interaksi tersebut hanya dipandang sepihak yang berperan, bararti menafikan peran lain yang tak kalah pentingnya. Adanya Srintil dengan segala variasi kehidupannya, menyadarkan kita untuk membaca secara wajar sebuah identitas.
Tidak seperti halnya Nyai Ontosoroh, tokoh utama dalam Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer sosok perempuan yang berasal dari kalangan pegawai rendahan di desa yang telah dijual oleh ayahnya sendiri kepada seorang Belanda bernama Tuan Herman Mellema, seorang administratur pabrik gula yang memiliki bargaining power yang tidak biasa dimiliki oleh perempuan pribumi kebanyakan.
Penindasan terselubung menimpa Nyai Ontosoroh ketika ia harus kehilangan anak perempuan satu-satunya dan perusahaan yang telah bertahun-tahun dirintisnya, hanya karena permohonan Maurits Mellema, anak syah Herman Mellema yang berkeinginan untuk menguasai harta benda mendiang ayahnya. Perjuangan Nyai untuk mempertahankan status perwalian Annelies Mellema agar tidak berpindah kepada orang Belanda juga sia-sia, walaupun ia melemparkan ide dengan melawan putusan pengadilan bahwa perkawinan antara Minke, menantunya dengan Analies sah menurut hokum Islam.
Ternyata baik Srintil maupun Nyai Antosoroh adalah representasi perempuan yang mampu berbicara dalam posisi lokalitasnya. Siasat lokalitas, apa pun bentuknya, seyogyanya dihargai sebagai potensi untuk membangun kehidupan keadilan dan kesetaraan.
3.         Pemikiran Nawal el Sadawi: Aku Perempuan dari Surga
“Kuakui kepadamu bahwa pikiran tak sadarkulebih kuat dari pada pikiran sadarku, dan acapkali aku mematuhinya”
Nawal e Sadawi dilahirkan memang untuk perempuan. Figure Nawal sebagai intelektual, aktifis, dan novelis yang paling menonjol sangat sulit ditandingi oleh perrempuan arab lainnya, bahkan mungkin hanya sedikit laki-laki arab yang mampu menyamai Nawal dalam hal ketajaman ujung penanya. Ia berhasil menjadi sosok yang disegani di arena feminisme internasional. Ketajaman penalah yang membuat Nawal menjadi satu-satunya perempuan Arab yang namanya tercantum dalam daftar orang-orang yang pantas mati yang dibuat oleh kelompok garis keras, inslam konservatif. Walaupun banyak intelektual kiri Arab yang namanya tercantum dalam daftar tersebut, tidak satupun kelompok Islam yang membunuh perempuan. Situasi itu tidak berarti membuat kehidupan Nawal tenang. Saat ini Nawal menghabiskan masa tuanya di Eropa dan Amerika dengan sesekali berkunjung ke Mesir.
Nawal lahir pada tahun 1931 di desa Kafr Tahla di Wilayah Delta Mesir. Ketika usianya  menginjak 13 tahun, ia sudah menulis novel yang berjudul Mudjakkirat tiflahismuha Su’ad (catatan harian seoarang anak oerempuan bernama su’ad). Buku pertamanya Untsa Didd Al-Unutsa atau dalam edisi Inggrisnya berjudul Women Against Her Sex yang dilandaskan pada psikoanalisa Freud diniilai oleh para intelektual Timur Tengah sebagai karya sastra yang sarat muatan politik dan bertentangan dengan hakikat keperempuan.
Hal yang controversial bagi kalangan intelektual Timur Tengah. Perjalanan hidupnya yang meroket memang sangat dimungkinkan mengingat Nawal tumbuh dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Berbeda dengan para intelektual Arab lainnya yang banyak menyelesaikan studinya di luar Mesir, Nawal justru seluruh pendidikannya ditempuh di sekolah-sekolahnya berbahasa Arab. Pada tahun 1958, ia bekerja pada Departemen Kesehatan. Bahkan pada tahun 1981, ia dipenjara oleh presiden Mesir. Anwar Sadad bersamaan dengan penahanan tokoh-tokoh intelektual Mesir lainnya. Di dalam penjara pun ia mampu mengekspresikan pikiran-pikirannya yang kemudian dituangkan dalam suqut al-Imam (jatuhnya sang penguasa). Karya-karya kesusastraannya memperoleh kedudukan yang menonjol dalam tradisi kesusatraan Arab. Sebagai seorang pengarang, ia sering dipandang kontroversial bagi dunia Arab. Karya-karya  Nawal tidak sekedar mempermasalahkan jender dan sistem patriarki saja, melainkan juga permasalahan yang menyangkut penindasan berdasarkan kelas dan budaya.
Bentuk penindasan perempuan, eksploitasi, pelecehan tidak saja menandai masyarakat Arabatau masyarakat Timur Tengah atau bahkan masyarakat Dunia Ketiga. Bahkan, persoalan penindasan yang secara sisial cultural berkaitan dengan peran laki-laki perempuan dan kesetaraan perempuan Arab disingkap tanpa harus bersikap pro Barat. Kendati Nawal konsisten menolak imperialism Barat, namun ia tetap d katagorikan sebagai “orang luar” di negerinya sendiri. Label simbolis yang ironis dan dilematis. Karya-karya Nawal hampir sebagian besar mengisahkan tentang kekuasaan dan ketidakadilan terhadap perempuan.
Menurut Nawal kesadaran tentang diri perempuanarab dapat dilihat “ada” jika kondisi-kondisi yang mendorong terjadinyapenindasan dipangkas bersih. Emansipasi sejati berarti kemerdekaan dari segala bentuk eksploitasi  baik secara ekonomi, politik, seksual, maupun cultural. Identitas perempuan juga disimbolisasikan melalui tokoh Bintullah (jatuhnya Sang Imam)sebagai resistensiidentitas laki-laki, yang dalam agama Kristiani diakui sebagai anak Tuhan  yang berkelamin laki-laki. Sebaliknya, dua figur perempuan dalam cerpen Lelaki dan Lelaki Berjaket (Tak Ada Kebahagiaan Baginya) adalah representasi sosok perempuan yang digambarkan oleh Nawal sebagai perempuan yang menipu diri sendiri untuk untuk mempertahankan sebuah kesakralan perkawinan, yang ada pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang dibuat oleh laki-laki. Perjuangan perempuan untuk merebut kedudukan dan hak-hak yang sama dan lebih penting lagi untuk mendapatkan perubahan nilai dan sikap kaum lelaki terhadap perempuan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini merupakan dampak serius bagi posisi perempuan dalam masyarakat islam yang hingga kini masih tunduk pada hokum-hukum yang mendeskriminasikan mereka. Seperti halnya yang diungkapkan Nawal El-Saadawi ketika berkata:
“Kami, perempuan di Negara-negara Arab, menyadari bahwa kami ibarat budak, tertindas, bukan karena kami milik Timur, bukan karena kami Arab, atau anggota masyarakat Islam, tetapi akibat dari system kelas partikal yang telah mendominasi dunia sejak ribuan tahun”.
Paparan Nawal el Sadaawi tak hanya berkisar pada absurdnya sebuah nilai, namun ia bentangkan pada dunia bahwa perlawanan tidak hanya pada cengkraman jemari laki-laki melainkan juga perangkap kepasrahan yang menjerumuskan perempuan.
4.         Sudut Pandang Feminis Puisi She’s Crying for Many Karya Benjamin Zephaniah
Benjamin Zephaniah merupakan penyair Inggris kulit hitam yang lahir di Birmingham, 15  April 1958 dan dibesarkan di Jamaica. Ia merupakan salah satu empu puisi yang digemari di Eropa. Menurut versi majalah The Times, ia termasuk dalam kategori top 50 penyair pasca perang pada tahun 2008. Masa kecil yang dihabiskan di jalanan dan di penjara,memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap ide-ide yang dikembangkannya dalam puisi-puisinya setelah dewasa. Ia mengubah kebiasaan buruk masa kecilnya menjadi tantangan sebagai penyair dan penulis terkenal, terutama setelah memperoleh gelar master di bidang Oral dan Performing Art.
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sering merefleksikan kehidupan dan realitas sosial masyarakat. Ada beberapa devices yang sering kita jumpai dalam sebuah puisi, yang berikut akan dibahas secara singkat.
a.      Structural devices
Struktur sebuah puisi yang terdiri dari elemen-elemen seperti contrast (kontras), repetition (pengulangan), dan illustration (ilustrasi) merupakan cara yang sering digunakan oleh penyair dalam mengemukakan gagasannya. Unsure kontras lebih menekankan pada bagaimana perbedaan diperlihatkan antar bait dalam sebuah teks puisi.
b.      Sence devices
Mengenai diksi, penyair  biasanya menggunakan devices yang disebut sense devices yang berupa metaphor, simile, dan personifikasi. Kata yang digunakan dalam puisi lebih sering menggunakan majas tersebut untuk memperlihatkan unsure keindahannya. Diksi disini juga untuk bertujuan memperlihatkan bahwa penyair lebih sering memperlihatkan makna secara implicit dalam teks yang mereka bangun.
c.       Sound devices
Unsur bunyi (sound devices) merupakan salah satu kekuatan puisi. Dalam pembacaan puisi khususnya, sound devices yang meliputi rhyme, rhythm, onomatopoeia, assonance, dan alliteration merupakan unsure yang digunakan oleh penyair untuk memberikan kesan bunyi yang lebih mendalam. Kesan estetis sebuah puisi juga bias di tangkap melalui sound devices tersebut.
B. Estetika Tari
1. Hakikat Tari
Tari merupakan salah satu cabang seni yang menggunakan gerak tubuh manusia sebagai alat ekspresi. Cara-cara mempersiapkan tubuh sebagai alat untuk menari diantaranya: (a) pemanasan, (b) penegangan dan pengenduran otot, (c) kelenturan, (d) rasa kesiap siagaan, dan (e) berbagai kemungkinan gerak. Tari yang berkembang di masyarakat terdapat keragaman dalam bentuk, isi, cara ungkap maupun proses kreatifnya. Dapat diketahui bahwa elemen pokok terwujudnya gerak terdiri dari tiga hal, yaitu (1) tenaga, (2) ruang, dan (3) waktu.
2. Klasifikasi Tari
Tari yang berkembang di masyarakat saat ini sangat beragam. Berbagai ragam tari yang ada ini akan lebih mudah dipahami dengan mengetahui klasifikasi tari berdasarkan kelompok yang sejenis. Kalsifikasi tari yang dikenal saat ini  sekurang-kurangnya dapat diibedakan berdasarkan:
a.       Berdasarkan pola garapan
Berdasarkan pola tersebut tari diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu tari tradisional dan tari modern. Tari tradisional merupakan tari yang hidup dan berkembang dalam perjalanan yang cukup panjang, meliputi: tari primitif, tari rakyat dan tari klasik. Sedangkan tari modern dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, tari modern, tari postmodern, dan tari kontemporer.
b.      Berdasarkan fungsi
Berdasarkan fungsi tari dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu tari upacara/tari ritual, tari hiburan/tari pergaulan, dan tari tontonan/tari pertunjukkan.
c.       Berdasarkan koreografi
Berdasarkan koreografi pengelompokkan didasarkan atas jumlah penari yang membawa tarian, yaitu tari tunggal (solo), berpasangan (duet), dan tari kelompok (group choreografhy).
d.      Berdasarkan tema
Dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tari dramatic dan tari non dramatic.
3. Memahami estetika tari
Citra rasa seni tidak dapat timbul dengan sendirinya, seseorang perlu pengetahuan tentang seluk beluk dan kehidupan seni yang memadai. Tahap-tahap manusia memperoleh pemahaman estetis meliputi: (1) proses pengamatan terhadap objek seni dengan pemusatan perhatian dan kesadaran indrawi, (2) menyerap, (3) kontemplasi, (4) menanggapi, (5) mengalami suasana estetik dengan cirri merasa senang, takjub, puas dan bahagia. Proses pengamatan terhadap tari dapat dilakukan dengan mencermati dua aspek penting yaitu keindahan bentuk dan keindahan isi. Keindahan bentuk dapat dilihat pada aspek koreografi dan penari, sedangkan aspek isi dapat dilihat pada muatan secara kontekstual tari yang diciptakan. Kajian terhadap aspek estetis tari dapat juga dilakukan dengan mencermati teori yang relevan. Beberapa paham, konsep atau teori yang dapat digunakan untuk menganalisis tari di antaranya adalah paham formalisme, referensialisme, dan paham ekspresionisme.
a.      Memahami Estetika Tari Tradisional
      Estetika tari tradisional dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : (1) estetika tari primitif dan rakyat, dan (2) estetika tari klasik. Koreografi, penarai dan simbol-simbol dalam tari harus menjadi pusat perhatian bagi penonton (publik seni). Pada umumnnya tari primitif dan tari rakyat merupakan ekspresi budaya komunal suatu etnis tertentu. Dasar untuk menentukan keindahan tari mengacu kepada konsep keindahan tari dan budaya dalam etnis tertentu. Estetika dalam tari primitif dan tari rakyat mengacu pada konteks budaya karena lebih banyak berisi bemuatan nilai-nilai seperti: nilai religius, nilai sosial dan nilai kemanusiaan. Tari primitif dan tari rakyat biasnya terkait dengan aktivitas religi maupun fungsi sosial, sehingga tidak mengehrankan apabila secara teksual nilai estetika bentuk sulit ditemukan.
b.      Memahami Estetika Tari Postmodern
Konsep estetik formalisme untuk memahami jenis tari modern yang mementingkan estetika bentuk dan menganggap bentuk (wujud) tari penting, konsep estetikanya terletak pada ketaatannya pada asas-asas bentuk estetis tari. Sedangkan konsep estetik referensialisme untuk memahami jenis tari mementingkan isi dan nilai-nilai seperti: nilai religius, nilai sosial, nilai kemanusiaan, nilai pengetahuan, dan nilai kehidupan yang terkait dengan budaya, sosial, politik, lingkungan, sejarah atau peristiwa-peristiwa yang dialami oleh senimannya maupun masyarakat. Konsep estetikanya terletak pada keberhasilannya mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut kepada penonton. Berbeda dengan konsep keindahan ekspresionisme fokusnya menimbulkan efek emosi penonton. Konsep keindahannya apabila dapat menimbulkan rasa haru, sedih, kasihan, empati dan emosi.
c. Estetika Musik
            Estetika musik dapat ditinjau dari berbagai sudut anatara lain: (1) bentuk atau struktur, (2) isi atau konteks, (3) ekspresi, (4) performa yang meliputi kesungguhan/intensitas perbunyian dan gaya penampilan. Penampilan adalah gaya yang digunakan, sebagai contoh gaya Inul berbeda dengan gaya Krisdayanti dalam penampilan pentas, dan (5) kesatuan dalam bentuk atau struktur dengan isi. Musik dapat ditinjau dari wujud fisikal yang terdiri atas: (1) ritme, (2) pitch/ketinggian nada yang disusun horisontal menjadi melodi, dan (3) disusun secara vertikal menjadi harmoni, (4)tekstur dan (5) bentuk. Musik dapat ditinjau dari kualitas musikal, yaitu meliputi unsur volume atau dinamik dan kualitas bunyi yang disebut dengan timbre atau tone color (warna) (Scruton, 1999: 1-18). Estetika musik ditinjau dari bentuk dan struktur ditempuh dengan dua cara, yaitu:
  1. Struktur Teoretis Hasil Persepsi Pertama
Ketika seseorang mendengarkan musik yang pertama terdengar adalah aliran ritme dan melodi yang muncul dpermukaan. Bentuk permukaan yang kita dengar itu adalah gerak karena dalam gerak itu terjadi gesture atau imajinasi gerak. Gambaran gerak itu kita asosiasikan dengan gerak fisikal, seperti naik, turun, berputar dan mendatar. Melalui penyusunan unsur-unsur musik kita dapat membuat musik sesuai kehendak kita.
  1. Struktur Hasil Persepsi Kedua yang Bersifat Lebih Mendalam
Musik adalah gerak (movement) yang khas sama dengan action, yaitu pertemuan dari kehidupan yang mewakili rasio. Kemampuan inilah yang membedakan kemanusiaan dari fenomena dalam dunia natural. Diam adalah salah satu fenomena efek musik. Efek diam ini mengandung adanya pengulangan, penolakan, dan atau penantian. Diam berarti “mengandung” (Scruton, 1999:133)
  1. Estetika Musik Ditinjau dari Periodisasi Musik
Peninjauan berdasarkan periodisasi musik Barat ini hanya mempermudah penjeasan keindahan yang ada pada  periode tertentu, yang diperkirakan hampir musik.  Periodisasi musik di Barat yakni sebagai berikut: perode musik kuno, abad pertengahan, renaissance, barok, klasik, romantik, modern atau baru sampai sekarang. Musik modern adalah musik yang tumbuh dan berkembang setelah periodisasi musik romantik, menjelang memasuki abad ke 20. Musik 21 merupakan lanjutan dari musik abad 20 dengan ciri-ciri yang mengandung pembaruan sesuai budaya filosofi seni yang mutakhir.
a.       Keindahan Musik Periodisasi Kuno
Pemikiran musikal Yunani lebih dikenal daripada tentang musik itu sendiri. Dua jenis penulisan teoretis tentang seni musik yaitu (1) doktrin kealamiahan musik yang terletak dalam kosmos, efeknya serta kegunaannya bagi umat manusia, (2) penjelasan  yang sistematik tentang materi dan komposisi musikal. Filosofi dan pengetahuan musik Yunani masih dianut sampai sekarang. Teori-teori musik Yunani dikemukakan oleh Pytagoras (500 SM) dan Aristides Quindilianess (400 SM). Bagi pemikiran Yunani, musik amat dekat dengan astronomi.
b.      Keindahan Musik Periode Abad Pertengahan
Periode ini menganut paham bahwa keindahan dipersembahakan bagi sang pencipta. Salah seorang tokoh yang peduli pada keindahan musik untuk ibadah yaitu Gregorius dan Santo Agustinus.
c.       Keindahan Musik Periode Renassance
Periode ini mengandung arti dilahirkan kembali terlepas dari musik antik. Pengaruh teater Yunani tampak pada abad ini. Masa ini merupakan kelanjutan periode abad pertengahan dan sebagian para ahli Renaissance diawali pada seni musik baru yaitu Arsnova.
d.      Keindahan Musik Periode Barok
Periode Renaissance adalah periode kelahiran kembali budaya Yunani dan romawi dengan kesadaran kemanusiaan atau munculnya humanism dengan bentuk kekuatan yang dinamis. Ini ditandai dengan gerakan gereja Protestasn terhadap gereja Katholik. Pergolakan ini menimbulkan perubahan kerangka pikir pada periode selanjutnya, yaitu periode Barok (1580-1750). Zaman Barok dianggap sebagai awal modernitas di Eropa.
Istilah Barok diambil dari kata Barroco yang berasal dari istilah Portugis yang mengandung arti permukaan (dalam hal ini mutiara) yang tidak beraturan (kasar). Mungkin pula dari istilah dalam bahasa Italia yang berarti bohong (ketidakbenaran) dalam berpikir. Oleh sebab itu, music Barok dianggap berlebihan, kurang bermutu, kehilangan bentuk, dan dengan kata lain kurang jelas ditinjau dari elemen-elemen musical.
Music Barok adalah sebuah revolusi pada suatu revolusi. Perubaha tampak pada kegemaran akan hiasan, keindahan dihubungkan dengan keindahan. Perasaan dan emosi menjadi penting pula. Hal ini sejalan dengan falsafat keindahan dari Earl Shatesbury bahwa keindahan berada dalam tiga tingkat, yakni: keindahan jasmaniah, keindahan rohaniah, dan keindahan Ilahiah.
e.       Keindahan musik Periode Klasik
Musik klasik diperngaruhi filosofi Rene Des Chartes yang mengutamakan kejelasan, tegas, dan lugas. Keindahan ditinjau berdasarkan (1) kejelasan yang dapat dengan dan terdengarnya melodi diantara bunyi-bunyi lain, (2) keseimbangan terasa terjaga dalam hal dinamik, frase, dan bentuk serta dilihat secara keseluruhan, (3) emosi terkendali yang berarti tidak dalam seperti yang dijumpai pada musik romantik, (4) terasa adanya ketenangan, seperti pada musik karya Mozart dan musik karya Haydn. Ciri-ciri ini menjadikan musik klasik tetap terasa indah, tenang, dan seimbang.
f.       keindahan musik Periode Romantik
Sejajar dengan Estetika Romantik banyak mengupas estetika seniman dan membicarakan teori ekspresi seniman. Karya seni musik sejalan dengan karya seni rupa mengetengahkan tentang kehidupan nyata sehari-hari. Bentuk musik tetap dipertahankan, namun harmoni bunyi melodi dikembangkan. Pendobrakan dimulai dari L.Beethoven dalam karya instrumennya dan F.Schubert pada karya-karya vokalnya.
Estetika musik pada masa ini mengikuti estetika positivism dan naturalisme. Penggambaran alam pedesaan akan kejaidan yang nyata umpamanya tentang alam dan hal-hal yang nyata. Pada periode ini tumbuh sumbur kreasi seniman dari berbagai cabang seni. Keindahan dinyatakan dengan jelas terjadinya keterpaduan antar cabang seni yang amat jelas. Estetika masa kini disebut estetika eksperimental.
g.      Estetika musik periode Modern
Musik modern biasanya disebut pula musik baru atau musik abad ke 20. Diawali sekitar tahun 1915 karena terjadinya perang dunia I. abad ke 20 merupakan abad pencaharian keberadaan dan ektrim dalam ekpresi, kembali dalam gaya lama, neoklasik, neoromantik, komposisi musik serial, musik elektronik, musik mikrofon, musik konkrit, musik serial, dan musik aleotorik. Karya-karya musik yang memiliki kaidah baru memperkaya keindahan bunyi antara lain ditinjau dari ritme, warna nada, jumlah nada, dan alat-alat musik. Kekayaan ini menghadapkan sesuatu yang baru bagi pendengar.
2.      Proses Penciptaan Karya Musik dan Tari Waste and Glass
Keindahan suatu karya hanya dapat ditinjau dari beberapa sudu. Keindahan akan Nampak jelas setelah kita tonton atau kita dengar.walaupun demikian, proses penciptaan memegang peran untuk dapat dihargai penikmat.
3.      karya Masa Kini Pemusik Indonesia
Penggabungan atau kolaborasi musik yang berasal dari beragam etnik dan budaya terjadi di Indonesia memunculkan musik dnegan berbagai gaya antara lain: campur sari, samba Sunda, Tarling, dan dangdut. Eskperimen, ekplorasi terjadi apda musik yang digarap pemusik muda dan kelompok musik yang merebab di Indonesia terutama musik jazz. Musik Betawi memperoleh sentuhan gabungan orkes musik tanjidor yang digabungkan dnegan gambang kromo, karya ini merupakan garapan pemusik muda Budi Utomo yang mencintai musik etnik dan musik nusantara. Penggeseran fungsi musik jalanan, Grass band, yang digunakan untuk berjalan berubah fungsi menjadi musik hiburan yang bernama Tanjidor. Peralihan musik ini mengubah struktur kualitas rasa dari segi estetika musik.
D. Estetika Seni Rupa
Pemaknaan estetika sebenernya merupakan ilmu tentang keindahan yang banyak diterapkan dalam dunia seni. Khusunya dalam seni rupa, estetika memilihki peranan penting untuk melihat, dan memahami ilmu keindahan. Ilmu keindahan dijadikan sebagai dasar dan pendukung dalam aktivitas keseni rupaan. Salah satunya adalah aspek dalam ilmu hermeneutik. Kajian hermeneutik yang diaplikasikan pada estetika seni rupa akan memberikan analisis deskripsi yang berisfat baru, karena teks yang ada dalam estetika seni rupa memiliki perubahan, yakni: terletak pada penerapan unsur dan prinsip-prinsip seni rupa, ekspresi, dan kreativitas senimannya. Dalam tatanan perkembangan estetika seni rupa di masyarakat dapat diinterpretasikan atau ditafsirkan menjadi empat bagian, yakni:
·         Keragaman estetika dalam seni rupa
Keindahan dalam seni rupa memiliki hubungan yang erta dengan kemampuan manusia untuk menginterpretasikan dan menilai karya seni rupa, yakni berdasarkan pada panca indera manusia, pengetahuan empiris, dan transcendental. Keragaman hasil interpretasi atau penafsiran penilaian estetika pada objek atau seni rupa disesuaikan dengan konteksnya, sehingga estetika seni rupa kaya kana nilai-nilai, ilmu pengetahuan memiliki kejelasan teori, serta mampu mengapresiasikan beragam estetika keseni rupaan di lingkungan akademis dan non-akademis.
1.      Estetika seni rupa murni
Estetika seni rupa murni merupakan pengalaman estetika terhadap seseorang dalam hubungannya dengan sesuatu yang dicerapnya. Pengertian estetika seni rupa murni dalam arti yang terbatas adalah benda-benda yang diserap dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna.
2.      Estetika seni rupa religi
Estetika memegang peranan penting dalam agama karena memiliki aturan-aturan yang sudah baku dan tidak bisa ditentang oleh masyarakat. Dalam estetika agama, nilai-nilai ini snagat diperhatikan bagi kalangan masyarkat seni dan masyarakat seni pun tidak akan bisa merubahnya.
3.      Estetika seni rupa terapan
Estetikan seni rupa terapan adalah bentuk atau wujud seni rupa yang memiliki fungsi provan yang hanya menekankan pada sesuatu yang indah. Keindahan yang Nampak pada estetika seni rupa terapan adalah daya tarik bagi kalangan masyarakat.
4.      Estetika seni rupa massa
Estetika seni rupa massa merupakan penyampaian selera dan kegemaran masyarakat umum terhadap berbagai bidang seni rupa. Hal ini erat kaitannya dengan pembentukan pola tingkah laku masyarakat yang berkaitan dengan gaya hidup konsumsi, barang, dan persepsi masyarakat. Kesadaran tentang estetika seni rupa massa umumnya lebih banyak berkembang di perkotaan sehingga identitas individual lebih dipentingkan dibandingkan identitas kelompok atau golongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar